Pages

28 November 2008

Kerinduan

Oleh: H.F. Merdeka

Mawar, kapan kau 'kan pulang?
Tidakkah rindu menggerogoti hatimu?
Seperti ia telah memakan hati dan separuh jantungku.

Sungguh keterlaluan kau, mawar!
Kau biarkan aku tercabik ganas
Asmaraku yang telah berbuat

Dan tak pula kau balut dengan belaian hangatmu
Kau biarkan darahku memandikanku

Dan tak pula kunjung kau sapu
Kenapa kau biarkan darah ini membusuk?

Kau kira rindu ini nikmat?!

Prabicara

Oleh: H.F. Merdeka

Kita pernah hidup pada zaman prabicara, ketika zaman berbahasa bukan dengan kata-kata
Kita sama sekali tidak pernah berucap cinta
Bahkan untuk mengatakan "aku cinta kamu."

Kau tau?
Aku lebih suka hidup di zaman itu.
Orang-orang menganggap cinta bukan hanya omong kosong semata
Mereka tak sembarangan mempertuankan cinta

Tidak seperti zaman di mana aku tersesat sekarang
Mereka tidak hanya berucap cinta bahkan berbual cinta!

Aku ingin kembali ke sana.
Ingin rasanya aku menyatakan cinta kepadamu sekali lagi
dan sekali lagi
Bukan lewat bicara, bukan melalui bibir ini.
Melainkan dari getaran hati.
Getaran hati yang kukirimkan lewat nada-nada indah pada hangat malammu ketika kau terlelap
Karena begitulah cara orang-orang zaman prabicara menyatakan cintanya

19 November 2008

Rumah Kosong Itu

Oleh: Resty Falinedel

Hari ini aku lewat lagi di sebuah jalan kecil
Sekilas kupandangi rumah kosong dipinggir jalan itu
Rumah yang kosong meski ada pemiliknya di sana
Aku heran, jalan kecil itu sering kulewati
Padahal masih ada banyak jalan di kotaku yang hancur ini
Sama seperti hari sebelumnya
rumah itu masih tetap kosong
Bahkan berkali kali aku melihat sekilas
ke arah rumah di pinggir jalan kecil itu
Dan rumah itu masih tetap kosong
Kosong tanpamu
Setiap melihat rumah kosong itu
Aku semakin merindukanmu
WOOOOIIIIIIII….. PULANG DUNX
AKU BOSAN MELIHAT RUMAH KOSONG ITU

Perdebatanku dengan Pikiranku

Oleh: Resty Falinedel

Aku berdebat dengan pikiranku
Tentang sesuatu
yang tak pernah dapat kupahami hingga saat ini
Dan kami tak pernah sependapat
Tentang sesuatu yang tak pernah dapat kupahami itu
Kami terus berdebat
Aku dan pikiranku tetap tak sependapat
Aku adalah manusia
Tidak, aku adalah makhluk asing tanpa jiwa
Aku miliki perasaan
Tidak, perasaanku telah membeku
Dalam perdebatan itu
Tanpa disadari aku dan pikiranku telah berada di tengah samudera
Yang kalah dalam perdebatan itu akan tenggelam
Aku tak tau siapa yang benar
Aku ato pikiranku
Yang kutau aku hanya sendiri
Sedang hatiku berpihak pada pikiranku
Dan aku tenggelam dalam samudera keegoisan

Hening

Oleh: Resty Falinedel

Malam kian pekat
Semakin pekat dan menghitam
Sepi…hening…
Memasungku dalam kesendirian
Malam kian pekat
Aku ingin bermimpi
Berada dalam istana tidurku
Bukan di sini, di keheningan ini
Jika mentari mulai menyapu malam
Perlahan keheningan menghilang
Dan akan kutunggu lagi Sang malam

Entah

Oleh: Resty Falinedel

Fatamorgana apa yang kulihat ini?
Aku ingin terus di sini, berada di sini
Lihatlah relung-relung kelam ini
Indahnya kegelapan akan beterbangan, berhamburan
Naungan birupun membentang

Erangan sepiku selalu bersahutan
Dengarkanlah takut yang mencekam ini
Entah apa, entah siapa, entah dimana dan entah mengapa
Lorong-lorong hitam meraihmu, membawamu, melenyapkanmu
Waktupun akan meninggalkanku di dunia asing ini
Enyah dari pandanganku yang layu
Isak tangis menjatuhkanku
Sunyi, hanyalah sunyi, hanya kesunyian tanpa hadirmu

Bukan Bidadari

Oleh: Resty Falinedel

Ada seraut wajah tanpa emosi
Menatap hampa dari balik matanya
Entah kemana pikirannya berlayar
Entah dimana hatinya tertanam
Aku memang bukan bidadari
Berparas indah meinyejukkan hati
Aku hanya pantas disebut manusia

Aku menghampiri sosok tanpa emosi itu
Petiklah senar gitar itu
Nyanyikan lagu dari hatimu
Ungkapkan rasa yang telah menjadi endapan
Biarkanlah endapan itu menguap
Suaramu, biarkanlah bersuara
Amarahmu, biarkanlah membentak
Dan berteriaklah jika itu menenangkanmu

Sosok tanpa emosi itu memerah, tersenyum
Ia menghampiriku
Kau memang bukanlah bidadari
Tapi kau mampu menyinari hatiku
Kau memang bukan bidadari
Kau pantas kusebut sahabat

Apapun Itu, Tak Lagi Berarti

Oleh: Resty Falinedel

Rajutan rindu robohkan raguku
Enyah sudah semua yang ada di hati ini
Semakin sakiti sukmaku
Terlalu tajam tak terhenti
Memasungku di tiang pengkhianatan
Untaian kenangan apa lagi yang harus kucampakkan
Riak kebencian merasukiku
Segala kebohongan telah menelanku
Apapun itu, telah menghancurkanku
Lagu pilu mengalun dari bibirmu
Ingkari saja mata berkabut itu
Namamu hanya sebuah kata tak berarti bagiku kini
Apapun itu, telah menghancurkanku
Apapun itu, tak lagi berarti