22 September 2008
Aku Indonesia
Aku adalah Indonesia
Aku adalah Indonesia yang bersuara
Aku hidup di antara 2 samudra
Aku hidup di antara 2 benua
Dulu aku indah
Dulu, orang-orang menyebutku begitu
Separuh nyawa, mereka berusaha merebut kedaulatanku yang dijajah.
Mereka berkorban jiwa raga untukku yang tertindas.
Dulu aku berharga
Dulu, belum lama, mereka mati-matian mempertahankanku
Dari pemberontakan dan PKI
Mereka menjaga warisan Soekarno, Bung Hatta, Sjahrir, dan pahlawan tangguh yang rela mati bertaruh nyawa.
Aku dibawanya ke dalam hati mereka.
Ke dalam semangat.
Mereka bergairah mempertahankan keutuhanku.
Kini aku tiba-tiba lain
Soekarno, Bung Hatta, Sjahrir, dan pahlawan tangguh yang rela mati bertaruh nyawa, benar-benar telah mati. Bahkan jiwanya.
Mereka tidak lagi menjaga Soekarno, Bung Hatta, Sjahrir, dan pahlawan tangguh yang rela mati bertaruh nyawa.
Mereka mencaciku
Mereka mencaci warisan Soekarno, Bung Hatta, Sjahrir, dan pahlawan tangguh yang rela mati bertaruh nyawa dulu
Mereka menghinaku
Mereka menghina warisan Soekarno, Bung Hatta, Sjahrir, dan pahlawan tangguh yang rela mati bertaruh nyawa dulu
Mereka menginjak-menginjakku
Mereka menginjak-menginjak warisan Soekarno, Bung Hatta, Sjahrir, dan pahlawan tangguh yang rela mati bertaruh nyawa dulu
Mereka Menghianatiku!
Ya, mereka mengkhianatiku, sebuah warisan paling berharga yang diberikan Soekarno, Bung Hatta, Sjahrir, dan pahlawan tangguh yang rela mati bertaruh nyawa dulu
Dulu, aku ingat, pemuda yang menamai dirinya sebagai bangsaku, memujaku, mengelu-elukan namaku.
Mereka mencintaiku.
Mereka merangkai aku dalam semangat kemerdekaannya.
Mereka menghadiahkan sumpah pemuda kepadaku.
Ah... sungguh indah...
Tapi pemuda itu kini telah mati
Sekarang tinggal pemuda berhati keji
Tidak ada lagi kado sumpah pemuda untukku.
Kecuali kado sumpah serapah!
Semua telah berubah
Semua telah berbeda bagiku
Aku adalah Indonesia
Aku ini adalah Indonesia yang bersuara
Walau tidak bisa berbuat apa-apa atas sumpah dan serapah pemuda dan jiwa-jiwa yang lahir dipangkuanku
Mengeja Merdeka
Orang berada mengeja merdeka dengan m-e-r-d-e-k-a-!
Orang tak punya diajarkan (baca: dipaksa) mengeja merdeka
dengan m-e-r-a-n-a-.-.-.
Keranda
Setangkai kerangka rapuh terbujur kaku di atas keranda
dengan mulut menganga dan tubuh penuh luka
Mata-mata kosong menggotong bangkai manusia
dengan mulut terkatup dan hidung tertutup
Mata-mata kosong yang lain hanya menatap kosong
beberapa, tidak mempedulikan
beberapa, merapatkan bibir
beberapa, menyipitkan mata
beberapa, menyumbat hidung
beberapa, mengernyitkan kulit kepala
Setangkai bangkai rapuh terjuntai kaku di atas keranda
memakai jas
Telpon genggam, bersebalahan dengan dompet dan kunci mobil
di saku celana
Setangkai mayat rapuh ditambat disangkutkan ke liang lahat
Mata-mata kosong penggotong keranda meninggalkan mayat pejabat bejat terdampar di liang lahat
darah merangsek tanah
bibir menjadi gua cacing tanah
Alam yang akhirnya jua menguburkan
Setelah belatung mengerat
Sehabis pisau di dada berkarat
10 September 2008
Aku dan Kebosananku
Oleh: Resty Falinedel
Aku berada di sini
dengan kebosanan menemaniku
Aku bosan menatap orang-orang
yang bertingkah seperti orang-orangan
Aku bosan menyaksikan tarian pepohonan
Aku bosan mendengar teriakan kemunafikan
Aku bosan mengetahui kebenaran
sedangkan orang-orang menyalahinya
Aku bosan dengan pikiranku
yang selalu merasa bosan pada kebosanan
Dan kebosanan telah bosan menemaniku…
Kau, Dia, dan Semua Tentangku
Oleh: Resty Falinedel
Aku suka bintang
Apa kau tau?
Tidak, kau tak pernah tau itu
Hanya dia yang tau
Aku suka birunya lautan
Dan birunya langit tanpa awan
Apa kau tau itu?
Kau tetap tak tau
Hanya dia yang tau
Mataku tersenyum dan bibirku bernyanyi
Sedangkan hatiku menangis
Apa kau tau itu?
Kau tak pernah tau
Hanya dia yang tau
Pensilku tuliskan kata-kata cinta
Sedangkan tanganku menentangnya
Apa kau tau itu?
Kau tak pernah tau
Hanya dia yang mampu mengetahuinya
Akupun tau pensil yang ia miliki
Juga tuliskan kata-kata cinta untukku
Dan tangannya mengayunkan pensil itu
Dengan sebuah ketulusan
Kau bukanlah dia
Dan dia bukanlah kau yang tak tau apa-apa tentangku
04 September 2008
Negeri Sang Pelacur
Suatu ketika, ternobatlah sebuah negara sebagai negara paling hancur
Suatu ketiak, beribu bau memburu seluruh penjuru
Terkisah tak hanya pelacur yang melacur
Tersiksa tak hanya istri makan hati, tapi juga manusia tak ber-money
Pemimpin melacurkan citra kepercayaan
Pesohor melacurkan identitas
Penimbang norma melacurkan keadilan
Sedangkan aku melacurkan pemikiran
Tersebutlah negeri itu Negeri Sang Pelacur
Terkisah tak hanya pelacur yang melacur